Hargailah Meskipun Ia Kecil
Seekor gajah suatu ketika menarik putus sebuah cabang pohon yang ada sarang burungnya. Akibatnya, sarang dan telur didalamnya hancur. Sang burung sangatlah marah, namun gajah itu berlalu begitu saja tanpa menyatakan penyesalan sedikitpun. Sang burung terbang minta tolong kepada burung pelatuk, yang kemudian mencari gajah tersebut dan mematuk kedua matanya.
Sekerumunan lalat lalu menghinggapi mata sang gajah perkasa yang terluka dan menyebabkan infeksi. Si gajah perkasa menjadi buta, matanya mulai membusuk. Berjalan lunglai mencari air. Sang burung yang masih ingin menuntut balas, meminta beberapa katak untuk masuk ke lubang besar yang kering dan mengorek “Kwekk.. kwekk.”. Si gajah, yang berpikir ada air, bergegas ke arah lubang tersebut. Dia terjungkal kedalamnya dan mati. Jadi, burung kecil, burung pelatuk, lalat dan katak semuanya hewan lemah, hewan kecil, tetapi hewan perkasa seperti gajah binasa karenanya.
“Orang besar memperlihatkan kebesarannya dari cara dia memperlakukan orang kecil”. Bisa jadi orang kecil itu suatu ketika menjadi anak kunci untuk membuka pintu bagi orang besar untuk memperoleh kesuksesan dan keselamatan hidup dikemudian hari. Herakleitos si bapak penemu ide perubahan mengatakan “Phanta Rhei Kai Uden Menei” (Semua mengalir Semua Berubah).
Hari ini mungkin seseorang itu kelihatannya kecil, tetapi mungkin saja dikemudian hari ia menjadi orang besar akibat dari perubahan itu. Pertanyaannya : Ketika perubahan terjadi, kita akan mengambil posisi apa ? Soal mendapat keberuntungan atau ketimpa-kesialan karena perubahan hanya soal waktu, siapa yang akan kebagian giliran lebih dulu. Beruntung adalah sesuatu yang diharapkan, tetapi “apa yang terjadi ketika yang datang adalah kesialan”. Pada saat itulah kita diuji sudah cukupkah kita menanam kebaikan pada orang lain. Buktinya cukup mudah secara matematis : Berapa banyak yang gembira karena kita jatuh susah, atau.. sebaliknya berapa yang simpati dan menolong, ketika kesusahan menghampiri kita. Bila begitu matematisnya: Mengapa kita tidak menanam yang baik saja ?
Seekor gajah suatu ketika menarik putus sebuah cabang pohon yang ada sarang burungnya. Akibatnya, sarang dan telur didalamnya hancur. Sang burung sangatlah marah, namun gajah itu berlalu begitu saja tanpa menyatakan penyesalan sedikitpun. Sang burung terbang minta tolong kepada burung pelatuk, yang kemudian mencari gajah tersebut dan mematuk kedua matanya.
Sekerumunan lalat lalu menghinggapi mata sang gajah perkasa yang terluka dan menyebabkan infeksi. Si gajah perkasa menjadi buta, matanya mulai membusuk. Berjalan lunglai mencari air. Sang burung yang masih ingin menuntut balas, meminta beberapa katak untuk masuk ke lubang besar yang kering dan mengorek “Kwekk.. kwekk.”. Si gajah, yang berpikir ada air, bergegas ke arah lubang tersebut. Dia terjungkal kedalamnya dan mati. Jadi, burung kecil, burung pelatuk, lalat dan katak semuanya hewan lemah, hewan kecil, tetapi hewan perkasa seperti gajah binasa karenanya.
“Orang besar memperlihatkan kebesarannya dari cara dia memperlakukan orang kecil”. Bisa jadi orang kecil itu suatu ketika menjadi anak kunci untuk membuka pintu bagi orang besar untuk memperoleh kesuksesan dan keselamatan hidup dikemudian hari. Herakleitos si bapak penemu ide perubahan mengatakan “Phanta Rhei Kai Uden Menei” (Semua mengalir Semua Berubah).
Hari ini mungkin seseorang itu kelihatannya kecil, tetapi mungkin saja dikemudian hari ia menjadi orang besar akibat dari perubahan itu. Pertanyaannya : Ketika perubahan terjadi, kita akan mengambil posisi apa ? Soal mendapat keberuntungan atau ketimpa-kesialan karena perubahan hanya soal waktu, siapa yang akan kebagian giliran lebih dulu. Beruntung adalah sesuatu yang diharapkan, tetapi “apa yang terjadi ketika yang datang adalah kesialan”. Pada saat itulah kita diuji sudah cukupkah kita menanam kebaikan pada orang lain. Buktinya cukup mudah secara matematis : Berapa banyak yang gembira karena kita jatuh susah, atau.. sebaliknya berapa yang simpati dan menolong, ketika kesusahan menghampiri kita. Bila begitu matematisnya: Mengapa kita tidak menanam yang baik saja ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar